Dalam studi ilmu hadis, terdapat beberapa istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada riwayat-riwayat yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan tabi’in. Dua istilah yang sering dibahas adalah khabar dan atsar. Meskipun keduanya sering digunakan secara bergantian, sebenarnya terdapat perbedaan mendasar antara keduanya. Artikel ini akan membahas perbedaan antara khabar dan atsar berdasarkan perspektif ulama hadis.

Perbedaan Khabar dan Atsar

Definisi Khabar

Khabar secara bahasa berarti “berita” atau “informasi”. Secara terminologis, khabar memiliki makna yang lebih luas. Menurut para ulama, khabar adalah segala riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, atau tabi’in. Dengan kata lain, khabar mencakup semua jenis riwayat, baik itu hadis Nabi, perkataan sahabat, maupun tabi’in.

Beberapa ulama menyamakan khabar dengan hadis, sementara yang lain membedakannya. Namun, secara umum, khabar digunakan sebagai istilah yang lebih umum daripada hadis. Khabar bisa merujuk pada riwayat yang shahih, hasan, dhaif, atau bahkan maudhu’ (palsu), tergantung pada kualitas sanad dan matannya.

Definisi Atsar

Atsar secara bahasa berarti “jejak” atau “bekas”. Dalam konteks ilmu hadis, atsar merujuk pada riwayat yang disandarkan kepada sahabat atau tabi’in, bukan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, atsar lebih spesifik dibandingkan khabar karena hanya mencakup perkataan, tindakan, atau persetujuan sahabat dan tabi’in.

Sebagai contoh, ketika seorang sahabat seperti Umar bin Khattab mengatakan atau melakukan sesuatu, riwayat tersebut disebut atsar. Begitu pula dengan perkataan tabi’in seperti Sa’id bin Musayyib atau Hasan al-Bashri, riwayatnya juga termasuk dalam kategori atsar.

Perbedaan Utama antara Khabar dan Atsar

  1. Cakupan:
    • Khabar memiliki cakupan yang lebih luas karena mencakup riwayat dari Nabi, sahabat, dan tabi’in.
    • Atsar lebih spesifik karena hanya mencakup riwayat dari sahabat dan tabi’in, bukan dari Nabi.
  2. Sumber Riwayat:
    • Khabar bisa berasal dari Nabi, sahabat, atau tabi’in.
    • Atsar hanya berasal dari sahabat atau tabi’in.
  3. Penggunaan Istilah:
    • Khabar sering digunakan secara umum untuk merujuk pada semua jenis riwayat.
    • Atsar digunakan secara khusus untuk riwayat yang tidak disandarkan kepada Nabi.
  4. Konteks Penggunaan:
    • Khabar lebih sering digunakan dalam pembahasan hadis Nabi.
    • Atsar lebih sering digunakan dalam pembahasan fiqh atau pendapat ulama salaf.

Contoh Khabar dan Atsar

  1. Contoh Khabar:
    • Riwayat dari Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim).
    • Riwayat dari sahabat: Umar bin Khattab berkata, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.”
  2. Contoh Atsar:
    • Riwayat dari sahabat: Ibnu Abbas berkata, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh.”
    • Riwayat dari tabi’in: Hasan al-Bashri berkata, “Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.”

Pandangan Ulama tentang Khabar dan Atsar

Para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam mendefinisikan khabar dan atsar. Sebagian ulama, seperti Imam Syafi’i, cenderung menyamakan khabar dengan hadis Nabi. Sementara itu, ulama lain, seperti Imam Malik, lebih sering menggunakan istilah atsar untuk merujuk pada riwayat sahabat dan tabi’in.

Namun, secara umum, perbedaan antara khabar dan atsar tidak terlalu signifikan dalam praktiknya. Keduanya sama-sama digunakan sebagai sumber rujukan dalam memahami ajaran Islam, baik dari Nabi, sahabat, maupun tabi’in.

Kesimpulan

Khabar dan atsar adalah dua istilah penting dalam ilmu hadis yang memiliki perbedaan mendasar dalam hal cakupan dan sumber riwayat. Khabar lebih umum karena mencakup riwayat dari Nabi, sahabat, dan tabi’in, sementara atsar lebih spesifik karena hanya mencakup riwayat dari sahabat dan tabi’in. Meskipun demikian, keduanya sama-sama berperan penting dalam memahami ajaran Islam dan warisan keilmuan para ulama salaf.

Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan khazanah keislaman dan menggunakan riwayat-riwayat tersebut dengan lebih tepat dalam konteks yang sesuai.

Categorized in:

Perbedaan,

Last Update: Februari 22, 2025